Ini Alasan Mengapa Skincare Termasuk Dalam Kategori Bisnis Black Ocean
Dalam dunia bisnis, ada berbagai strategi yang digunakan untuk memenangkan persaingan. Salah satu konsep yang cukup menarik adalah Black Ocean, yang sering dikaitkan dengan industri tertentu, termasuk bisnis skincare.
MARKETING AND BUSINESS
Frasha Rizky Pratama
2/5/20253 min read
Ini Alasan Mengapa Skincare Termasuk Dalam Kategori Bisnis Black Ocean
Dalam dunia bisnis, ada berbagai strategi yang digunakan untuk memenangkan persaingan. Salah satu kategori yang cukup menarik adalah Black Ocean, yang sering dikaitkan dengan industri tertentu, termasuk bisnis skincare.
Berbeda dengan konsep Blue Ocean yang berfokus pada menciptakan trend market baru tanpa pesaing atau Red Ocean yang berisi persaingan ketat, Black Ocean merujuk pada bisnis yang berada di wilayah abu-abu, penuh misteri, dan sering kali memanfaatkan strategi kontroversial untuk meraih keuntungan. Berikut ini beberapa alasan mengapa industri skincare bisa dikategorikan sebagai bisnis Black Ocean.
2. Perang Harga dan Duplikasi Produk
Bisnis skincare sering kali menjadi ajang perang harga. Banyak brand baru yang hadir dengan menawarkan produk serupa dengan harga yang lebih murah. Namun, ada juga yang menaikkan harga secara drastis dengan alasan kandungan premium, meskipun komposisi sebenarnya tidak jauh berbeda bahkan sama persis dari produk yang lebih terjangkau.
Tak hanya itu, banyak merek yang membuat produk dengan formula serupa atau bahkan meniru produk dari brand terkenal. Bahkan sering kali ditemui berbagai macam brand maklon di tempat yang sama. Fenomena ini sering terjadi pada industri kosmetik dan skincare di mana perusahaan kecil dapat dengan cepat menciptakan versi tiruan dengan harga lebih murah namun tanpa jaminan kualitas dan keamanan yang sama.
3. Manipulasi Data dan Komposisi
Beberapa merek skincare diduga memanipulasi data atau menampilkan hasil penelitian yang bias untuk mendukung produk mereka. Mereka mungkin hanya menyajikan data yang menguntungkan tanpa mengungkapkan efek samping atau batasan penelitian. Hal ini membuat konsumen sulit mengetahui apakah suatu produk benar-benar efektif atau hanya merupakan hasil manipulasi informasi.
Selain itu, munculnya banyak istilah ilmiah dalam pemasaran produk sering kali hanya menjadi alat pemasaran. Sebagai contoh, istilah seperti "peptide complex", "stem cell technology", atau "nano-technology" mungkin terdengar canggih, tetapi tidak selalu memiliki bukti klinis yang cukup untuk membuktikan keunggulannya dibandingkan produk lain.
4. Eksploitasi Trend dan Efek FOMO
Industri skincare terus menerus menciptakan trend baru untuk menarik perhatian konsumen. Mulai dari trend "glass skin", "skinimalism", hingga "clean beauty", semuanya dirancang untuk menciptakan kebutuhan baru di kalangan pengguna. Banyak konsumen yang akhirnya membeli produk hanya karena trend, bukan karena kebutuhan kulit mereka sendiri.
Fenomena ini semakin diperkuat oleh media sosial yang menciptakan efek FOMO atau ketakutan ketinggalan trend. Konsumen merasa terdorong untuk mencoba berbagai produk baru meskipun mereka belum tentu membutuhkannya. Akibatnya, banyak orang menghabiskan uang untuk skincare yang sebenarnya tidak memberikan efek signifikan bagi kulit mereka.--


1. Dominasi Merek dan Strategi Marketing yang Kadang Menyesatkan
Industri skincare saat ini didominasi oleh merek-merek baru yang menggunakan strategi pemasaran agresif. Banyak perusahaan menggunakan klaim ilmiah yang tidak sepenuhnya dapat dibuktikan, seperti "mengandung zat aktif terbaik", "teruji secara klinis", "tanpa efek samping", atau "aman untuk semua jenis kulit" tanpa transparansi uji klinis yang jelas. Beberapa brand bahkan menciptakan fear marketing, yakni menciptakan ketakutan di kalangan konsumen agar mereka merasa membutuhkan produk tertentu.
Selain itu, penggunaan influencer secara massal dengan menghire KOL Management sering kali lebih berfokus pada popularitas daripada keabsahan klaim produk. Banyak endorsement dilakukan tanpa pengujian yang memadai, yang membuat konsumen membeli produk berdasarkan kepercayaan terhadap figur publik, bukan berdasarkan efektivitas produk.----
5. Limbah dan Dampak Lingkungan
Bisnis skincare juga memiliki dampak besar terhadap lingkungan. Produksi besar-besaran menghasilkan limbah plastik dari kemasan, mikroplastik dalam formulasi, serta bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan. Meskipun banyak merek yang mulai beralih ke konsep ramah lingkungan, masih banyak produk yang menggunakan bahan yang sulit terurai dan merusak ekosistem.
Beberapa perusahaan juga menggunakan konsep "greenwashing", di mana mereka mengklaim sebagai merek ramah lingkungan tetapi sebenarnya masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Hal ini menjadi bagian dari strategi Black Ocean di mana perusahaan berusaha menarik pelanggan dengan cara yang tidak sepenuhnya transparan.
Jadi, Sudah Paham Mengapa Industri Ini Sangat Diminati?
Industri skincare memang sangat menguntungkan, tetapi di balik kilauan produk kecantikan yang menjanjikan kulit sempurna, terdapat praktik bisnis yang sering kali masuk dalam kategori Black Ocean. Dominasi merek besar, strategi pemasaran manipulatif, perang harga, eksploitasi trend, serta dampak lingkungan menjadikan bisnis ini penuh dengan tantangan etis.
Bagi Anda sebagai target market, penting untuk selalu waspada dan kritis dalam memilih produk skincare. Membaca label bahan dengan teliti, mencari sumber informasi yang valid, dan tidak terpengaruh oleh strategi marketing yang menyesatkan adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan agar tidak terjebak dalam strategi bisnis Black Ocean ini. Dengan kesadaran yang lebih tinggi, kita bisa menjadi konsumen yang lebih cerdas dalam menghadapi industri skincare yang terus berkembang.